Jadikan Membaca Sebagai Hobi Anak Kita

Jadikan Membaca Sebagai Hobi Anak Kita

Hobi adalah kegiatan yang menjadi favorit atau berupa aktivitas yang sangat disukai, dan sering dilakukan bahkan mungkin bisa dilakukan hampir setiap hari. Hobi ini akan menjadi bagian dari diri kita. Dalam menjalaninya, hobi juga bisa memberi manfaat bagi kita. Bukan hanya itu, hobi juga bisa jadi motivasi lebih bagi kita untuk berbuat sesuatu, tentunya hobi yang positif.

Membaca adalah salah satu kegiatan yang mayoritas orang sukai. Tapi sebagian orang juga ada yang tidak menyukainya karena beberapa alasan, biasanya orang yang kurang menyukainya karena mereka lebih senang mendengar dan melihat. Contohnya mendengar berita langsung melalui media elektronik ataupun gadget yang dianggapnya lebih mudah dicerna. Nah, membaca itu sebenarnya akan jadi hobi kalau kita sudah terjun dalam dunia ini. Dan tidak ada ruginya apabila kita jadikan membaca sebagai hobi, malah itu akan mendatangkan banyak manfaat untuk jangka panjang, sehingga membuat kita haus akan ilmu pengetahuan setiap harinya.

Ada 4 tips yang dapat diambil untuk melatih diri kita dalam meningkatkan kegemaran kita untuk membaca :

Tips Pertama

Mendisiplinkan diri, yaitu : Jadikan membaca sebagai sebuah kebiasaan. Sebagaimana halnya kebiasaan yang lain, membaca membutuhkan keadaan yang berlangsung secara rutin dan terus menerus. Kunci Utamanya adalah mendisiplinkan diri kita untuk membaca. Hal ini dapat kita mulai dengan membaca buku-buku Best-Seller. Gunanya untuk menstimulasi minat baca kita. Karena buku-buku yang diakui sebagai best-seller biasanya membuktikan bahwa buku tersebut mudah masuk ke berbagai macam kalangan. Bila minat baca kita sudah mulai terbangun dengan kuat,tingkatkan dengan membaca buku-buku yang sifatnya lebih spesifik, misalnya spesifik ke suatu aspek kehidupan kita, misalnya saja : aspek bisnis, aspek psikologi, aspek religius, dan berbagai aspek lainnya.

Tips Kedua

Bawalah buku bersama kita saat pergi. Karena, banyak diantara kita tidak suka membaca dengan alasan “tidak punya waktu luang”? Padahal jika kita jujur pada diri kita sendiri, sebenarnya waktu itu selalu bisa kita dapatkan. Yang menjadi masalah sebenarnya adalah Bagaimana kita mengisi waktu luang tersebut. Mungkin bagi orang-orang yang memiliki tingkat aktivitas yang tinggi, saran yang baik adalah dengan membawa buku bersama dengan kita pada saat kita bepergian. Karena demikian, pada waktu kita senggang (misalnya saja pada saat kita duduk menunggu seseorang) kita dapat mengisinya dengan membaca buku yang kita bawa.

Tips Ketiga

Membiasakan diri untuk menetapkan target membaca. Seorang pakar, bernama John C. Maxwell pernah menyarankan untuk menetapkan sebuah target dalam hal berapa banyak buku yang akan kita baca dalam suatu periode waktu tertentu. Karena dengan demikian, kita bisa melatih diri kita untuk time management yang baik. Misalnya, bila kita bisa menetapkan target minimal 12 buku dalam setahun, maka kita bisa memprediksi bahwa kita akan menyelesaikan setidaknya 1 buku dalam sebulan. Bila kita mau jujur, waktu sebulan adalah relatif panjang untuk menyelesaikan sebuah buku, apalagi bila diiringi dengan kebiasaan membawa buku seperti tips nomor dua tadi!

Tips Keempat

Jangan membaca hanya semata-mata karena kewajiban & suatu keterpaksaan. Kebanyakan orang, terutama di Indonesia membaca hanya semata-mata karena kewajiban & suatu keterpaksaan untuk mengerjakan tugas atau mempersiapkan suatu ujian. Sewaktu kita masih duduk dibangku sekolah (di kalangan pelajar) di Indonesia, istilah SKS yang berarti “Sistim Kebut Semalam” suatu yang tidak asing yang kerap kita dengar. Mungkin kita akan tertawa bila kita ingat/saat kita mendengar istilah tersebut. Tetapi sebenarnya banyak yang tidak peduli pada kenyataan bahwa cara belajar seperti itu bukanlah cara belajar yang baik. Sebagai dampak dari membaca yang dilakukan hanya semata-mata karena kewajiban dan cenderung merasa suatu keterpaksaan. Sungguh suatu pekerjaan yang tidak menyenangkan bukan ??? Kebanyakan dari kita, hanya yang memiliki pemikiran yang sifatnya text-book thinking, atau hanya terpaku pada apa yang dituliskan dibuku, dan lemah dalam mengimplementasikan maupun mengembangkan teori yang sudah dipelajarinya dalam kehidupan nyata. Padahal tidak dapat kita pungkiri bahwa “membaca” adalah suatu hal yang sangat baik, terutama bila berkaitan dengan menambah wawasan & pengetahuan dalam hidup kita.

Dengan meningkatkan intensitas kita dalam membaca, maka dengan sendirinya kita sedang berinvestasi untuk diri kita sendiri bagi masa depan kita. Semakin banyaknya pengetahuan yang kita miliki, semakin besar jugalah kesempatan untuk kita menjadi orang yang lebih bijaksana dalam bertutur kata dan bertindak tentunya. Jadi tunggu apalagi, mari kita mulai membiasakan diri dengan “MEMBACA”. Jadikan membaca sebagai hobi! Klik di sini yuuuk untuk produk-produk menarik dari kami!

Sumber 4 Tips Melatih Diri : elindasari.wordpress.com

Meningkatkan Kecerdasan Anak dengan Membaca

Meningkatkan Kecerdasan Anak dengan Membaca

Memiliki anak cerdas adalah harapan dan impian orang tua seluruh dunia. Untuk itu Ayah dan Bunda dianjurkan untuk mengajarkan anak membaca sedini mungkin agar dapat meningkatkan kecerdasan anak dengan membaca. Membaca memberi rangsang yang optimal bagi anak-anak usia sekolah. Sayangnya, masih banyak di antara para orangtua yang menganggap membaca sebagai hal sepele. Mereka menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah untuk mengajari anak membaca.

Orangtua sudah merasa puas ketika melihat anaknya sudah bisa membaca. Padahal, ketika anak sudah pandai membaca, langkah selanjutnya adalah menumbuhkan minat baca anak agar mencintai kegiatan membaca. Hanya dengan sudah bisa membaca belum cukup untuk membuat anak cerdas, Jika anak suka membaca buku dengan sendirinya anak senang belajar, karena buku merangsang anak untuk mempelajari sesuatu yang baru. Rasa ingin tahu anak berkembang, anak selalu ingin tahu lebih banyak hal lagi.

Mengapa membaca itu penting? Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi dari otak manusia dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Paul C. Burns, Betty D. Roe & Elinor P. Ross (dalam Teaching Reading in Today’s Elementary School) mengatakan bahwa membaca merupakan suatu proses yang kompleks. Tidak hanya proses membaca itu yang penting tetapi setiap aspek yang ada selama proses membaca juga bekerja dengan sangat kompleks. Ada delapan aspek yang bekerja saat kita membaca, yaitu aspek sensori, persepsi, sekuensial (tata urutan kerja), pengalaman, berpikir, belajar, asosiasi, dan afeksi. Kedelapan aspek ini bekerja secara bersamaan saat kita membaca. Sesungguhnya otak anak mempunyai kapasitas yang sangat luas.

Otak kita memiliki sekitar seratus miliar sel otak. Angka yang sangat fantastis! Ini sama dengan dua puluh kali lipat seluruh penduduk dunia. Kemampuan otak yang sangat tinggi ini menjadi tidak berfungsi kalau kita tidak mengembangkannya. Kita mengembangkan otak kalau kita menggunakannya. Sel-sel otak akan saling berhubungan satu sama lain (membentuk koneksi) kalau otak kita gunakan untuk berpikir. Ketika anak membaca berarti anak sedang menggunakan otaknya untuk berpikir yang membuat sel-sel di otak saling terkoneksi. Semakin sering anak membaca buku maka semakin banyak sel otak yang terkoneksi. Sel-sel otak yang terkoneksi inilah yang membuat anak menjadi cerdas.

Mengapa kita harus menumbuhkan minat baca sejak dini? Anak-anak memiliki kemampuan belajar yang sangat tinggi. Mereka mudah sekali mempelajari sesuatu yang baru. Ketika anak-anak kita masih berusia balita (bawah tiga tahun), mereka dengan mudahnya meniru perilaku-perilaku yang mereka lihat di lingkungan tempat mereka tinggal.

Hal ini terjadi karena perkembangan otak paling pesat terjadi pada rentang usia 0-6 tahun. Ketika seorang anak telahir di dunia ini, pertumbuhan otaknya sudah 25%, ketika mereka berusia 18 bulan sudah mencapai 50% dan di saat mereka berusia 6 tahun pertumbuhan otak anak mencapai 90% dan mencapai ukuran maksimal ketika berusia 18 tahun (100%).

Pertumbuhan otak ini seiring juga dengan perkembangan intelektual anak. 50% kemampuan intelektual anak berkembang saat lahir sampai umur 4 tahun, menurun menjadi 30% dalam rentang usia 4 sampai 8 tahun, dan ketika mereka berusia 8 sampai 18 tahun semakin menurun menjadi 20%. Betapa sayangnya jika usia-usia emas (golden age) seorang anak berlalu begitu saja tanpa mendapatkan sesuatu yang berarti. Padahal membentuk kebiasaan di usia ini jauh lebih mudah dibanding usia sesudahnya.

Banyak manfaat yang diperoleh anak jika mereka senang membaca buku sejak usia mereka masih sangat muda. Manfaat yang bisa diperoleh bagi seorang anak yang senang membaca antara lain :

1. Membaca Melatih Konsentrasi Anak

Membaca akan meningkatkan kinerja otak secara optimal. Ia mengembangkan selective attention (perhatian selektif), sehingga otak hanya memproses informasi yang secara sengaja dicerna. Ini merupakan unsur terpenting konsentrasi. Seseorang hanya mampu menikmati bacaan dan menyerap informasi dengan baik hanya apabila otak dalam keadaan efektif mengelola informasi atau secara umum disebut berkonsentrasi. Jika anak bisa menikmati bacaan dengan penuh semangat, ini menandakan kemampuan berkonsentrasi anak berkembang dengan baik.

2. Membaca Membuka Cakrawala Pengetahuan Menjadi Luas

Membaca tentu saja merupakan gerbang utama pengetahuan. Dengan membaca, pengetahuan anak akan lebih kaya. Pada gilirannya, bertambahnya pengetahuan anak apabila mendapat respon positif dari lingkungan, khususnya orangtua, akan meningkatkan minat belajar. Anak menemukan keasyikan dengan membaca sebagai salah satu proses belajar, sementara pengetahuan yang diserap melalui membaca meningkatkan rasa ingin tahu dan dorongan untuk menemukan yang lebih besar, sehingga memacu anak belajar lebih keras dalam bentuk eksperimen, mengamati maupun bentuk-bentuk belajar lainnya.

Pengetahuan yang dimiliki anak juga sangat bermanfaat meningkatkan respon anak terhadap pengetahuan baru yang berhubungan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki anak sebelumnya. Selain itu, penguasaan anak yang sangat baik terhadap berbagai disiplin pengetahuan juga memberi manfaat meningkatkan dorongan belajar terhadap cabang pengetahuan yang sama sekali berbeda, karena kekayaan pengetahuan itu sendiri memberi perasaan berharga pada diri anak.

3. Membaca Mengasah Kecakapan Berbahasa Anak

Selain erat kaitannya dengan kemampuan berkomunikasi, kecakapan berbahasa sangat mempengaruhi keterampilan berpikir logis dan sekuensial. Bahan bacaan yang diserap anak, tentu saja sangat menentukan apakah anak akan terlatih berpikir logis atau tidak. Karena itu, orangtua perlu memperhatikan buku yang menjadi sumber bacaan anak.

Membaca merupakan pondasi awal untuk meningkatkan kecerdasan anak. Bukan hanya tugas seorang guru yang berkewajiban mengajarkan membaca kepada anak. Peran orang tualah justru yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca sang anak. Selain guru di sekolah tugas orang tualah di rumah untuk mengajarkan membaca kepada sang anak. Jadi jika kita menginginkan seorang anak yang cerdas, jangan tunda-tunda lagi untuk mengajarkan membaca kepada anak sedini mungkin.

Untuk itu disini kami sangat mendukung orangtua yang senantiasa mengajarkan anak-anaknya untuk mencintai buku dan haus akan buku bacaan setiap harinya. Klik di sini yuuuk untuk produk-produk menarik dari kami.

Sumber : gurubangkit.wordpress.com

Bisa Membaca Hanyalah Alat, Suka Membaca Target Utama

Bisa Membaca Hanyalah Alat, Suka Membaca Target Utama

Zaman dulu anak usia 5 tahun bisa membaca adalah sesuatu yang langka. Orang tua juga jadi kecipratan bangga. Tapi saat ini, di mana dunia aksara sudah makin mewabah, akses terhadap bahan bacaan kian mudah, anak 3 tahun bisa membaca juga bukan lagi perkara langka. Persoalannya, bagaimana membuat anak-anak bisa membaca?

Dibawah ini adalah tulisan dari ibu Maya A Pujiati (duniaparenting.com)

Berdasarkan pengalaman saya, cara mengajar anak membaca sebenarnya tidak membutuhkan hal-hal yang baku, rumit, dan sangat terstruktur. Saya memang mengajar anak pertama dengan metode yang lumayan butuh pengorbanan, yaitu metode Glen Doman. Tiap malam sibuk bikin kartu baca. Tapi lucunya, untuk mengajari anak kedua, saya hanya pakai buku tulis biasa plus pensil/balpoin. Belajarnya hanya 5 menit sebelum tidur atau pas waktu senggang. Saya pun baru memulainya pada usia 4,5 tahun. Satu hal yang tidak berbeda antara kedua anak saya adalah, mereka sama-sama sangat suka membaca. Luqman, anak kedua, meskipun ia belum lancar baca tapi bisa bertahan lebih dari 30 menit untuk dibacakan buku.

Bukan kami yang memintanya, melainkan dia sendiri yang memohon. Kadang-kadang bukan hanya orang tuanya atau kakaknya yang membacakan buku, siapa saja yang datang ke rumah, neneknya ataupun tantenya bisa saja di ‘todong’ untuk membacakan dia buku. Kesimpulannya, anak-anak sangat akrab dengan buku. Semalam, saat saya mencicil buku To Kill a Mockingbird, saya menemukan kisah yang menarik.

Diceritakan bahwa salah seorang tokoh bernama Scout, saat ia memasuki kelas satu SD telah lancar membaca koran, padahal teman-temannya yang lain baru akan diajari alfabet dan mengeja. Kemampuannya itu membuat gurunya sedikit kesal. Sang guru menyuruh Scout berkata pada ayahnya agar tidak mengajarinya lagi di rumah. Scout bingung. Ia pun berkata pada gurunya bahwa ayahnya tak pernah mengajarinya.

Ayahnya terlalu sibuk. Jika pun ayahnya ada di rumah, ia malah sibuk membaca, sehingga tak sempat untuk mengajarinya membaca. Mendengar penjelasan muridnya itu, sang guru tidak percaya dan bersikukuh agar Scout menyampaikan pesan pada ayahnya agar berhenti mengajarinya di rumah. Sang guru yakin bahwa tidaklah mungkin seorang anak bisa membaca tanpa diajari siapapun. Rupanya, memang bukanlah belajar secara sengaja yang membuat Scout bisa membaca, melainkan karena ia selalu berada di dekat dan bahkan di pangkuan ayahnya saat sang ayah (yang seorang pengacara) membaca keras-keras koran, draft undang-undang, ataupun kitab hukum. Karena saking seringnya hal itu dilakukan. Scout kecil akhirnya bisa memecahkan rahasia kode-kode gabungan huruf tanpa ia sadari. Ia bisa membaca sebagaimana ia bisa mengancingkan baju. Semua tanpa proses yang terstruktur.

Semua mengalir sebagai sebuah kebiasaan yang terus menerus. Nah, dari semua fakta tersebut, saya menyimpulkan bahwa, sesungguhnya BISA MEMBACA tak selalu merupakan hasil dari belajar secara terstruktur. Bisa saja hal itu adalah output dari gemar membaca. Kalau kita tidak menetapkan target kemampuan anak berdasarkan waktu atau usia mereka, maka cara ini adalah yang paling mudah, yaitu: Membacakan buku pada anak-anak setiap hari sampai mereka memiliki ketergantungan luar biasa pada buku.

Lama kelamaan hal itu akan membuat mereka tergerak sendiri untuk belajar, entah dengan meminta bantuan kita ataupun belajar dengan sendirinya. Apakah Anda percaya? Betapa banyak anak yang digegas untuk bisa baca hanya karena syarat untuk masuk sekolah, tapi akhirnya tak suka membaca. Menurut saya, bisa membaca hanyalah alat, sedangkan SUKA MEMBACA adalah target utama. Supaya keduanya tercapai, maka mengakrabkan anak-anak dengan buku sedari kecil, itulah cara yang tepat. Tak perlu buku mahal, buku murah atau buku bekas pun bisa, asalkan isinya bermutu.

Kalau Anda ingin buku-buku yang isinya bermutu, cocok untuk dijadikan bahan pembelajaran anak-anak, silahkan lihat-lihat di halaman ini :

https://bukugram.com/shop/

Bukugram.com menyediakan berbagai buku dan produk edukasi kualitas premium, dan yang terpenting isinya sangat bermutu.

7 Kebiasaan Buruk Orang Tua Yang Dapat Menjadi Penghalang Anak Menjadi Pribadi Hebat

7 Kebiasaan Buruk Orang Tua Yang Dapat Menjadi Penghalang Anak Menjadi Pribadi Hebat

Sebagai orangtua, Ayah-Bunda tentu ingin ananda berhasil di berbagai bidang. Secara alamiah, orangtua cenderung melindungi dan memberikan apapun yang dibutuhkan anak. Padahal, ada kalanya sikap ini menjauhkan anak dari potensi sesungguhnya.

Berikut tujuh kebiasaan buruk orangtua dalam mengasuh yang dapat menjadi penghalang anak-anak untuk menjadi pemimpin hebat pada masa depan, baik bagi orang banyak maupun bagi diri sendiri.

1. Tidak membiarkan mengambil risiko

Hidup di dunia memang penuh bahaya. Sudah naluri orang tua melindungi anaknya. Namun, walaupun itu tugas dan kewajiban orangtua, tapi jika berlebihan dapat menjauhkan anak dari risiko yang sebenarnya baik untuk mereka. Psikolog Eropa menemukan bahwa anak-anak yang sering dilarang main di luar rumah dan tidak diberikan izin berkegiatan fisik yang berisiko terluka, cenderung memiliki fobia ketika dewasa. Anak-anak butuh jatuh agar dapat belajar bahwa kegagalan adalah sesuatu yang normal. Mereka butuh berhubungan dengan orang lain agar bisa merasakan kekayaan emosi yang dimilikinya. Jika orangtua menghilangkan risiko ini dari kehidupan anak, tanpa sadar sedang membesarkan pemimpin masa depan yang sombong dan memiliki harga diri rendah.

2. Menolong terlalu cepat

Ketika kita menolong anak terlalu dini atau terlalu banyak, sesungguhnya kita sedang menghilangkan kebutuhan mereka untuk menemukan arah dan menyelesaikan permasalahan mereka sendiri. Cepat atau lambat mereka akan terbiasa mendapatkan pertolongan dari orangtuanya. Padahal cepat atau lambat mereka pun akan menjadi orang dewasa. Ketika kita tidak bisa lagi menolong mereka, mereka akan menjadi orang dewasa yang tidak cakap.

3. Terlalu mudah memberikan pujian

Kecenderungan pendidikan saat ini, anak yang berpartisipasi dalam suatu kegiatan biasanya diberikan penghargaan. Hal itu mungkin akan membuat anak merasa spesial. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pendekatan ini ternyata memiliki konsekuensi tersendiri. Ketika melihat Ayah dan Ibu sebagai satu-satunya orang yang berpikir bahwa mereka luar biasa, anak akan meragukan objektivitas Anda sebagai orangtuanya. Ketika kita terlalu mudah memuji sikap mereka dan melupakan tindakan buruk mereka, anak-anak akan belajar menyontek, bersikap berlebihan, bahkan berbohong untuk menghindari kenyataan yang sulit karena mereka tidak dipersiapkan untuk menghadapinya.

4. Membiarkan rasa bersalah mengambil alih

Anak-anak tidak harus mencintai Anda sepanjang waktu. Ada kalanya mereka harus merasa kecewa kepada Anda. Perasaan ini tidak akan dapat dirasakan jika Anda memanjakan mereka. Jangan ragu-ragu untuk mengatakan “tidak” atau “bukan sekarang”. Biarkan mereka berjuang untuk mendapatkan apa yang benar-benar mereka inginkan dan butuhkan.

5. Tidak berbagi kesalahan masa lalu

Anak remaja yang sehat dan cerdas siap melebarkan sayapnya. Mereka harus melakukan segala hal dengan kemampuan mereka sendiri. Sebagai orang dewasa, orangtua harus membiarkan mereka. Namun, bukan berarti orangtua tidak dapat membantu saat diperlukan. Berbagi kesalahan yang relevan dengan pengalaman yang sedang dialami anak, khususnya ketika Anda masih seusia mereka, dapat membantu anak mengambil keputusan tepat. Mereka harus dipersiapkan pada konsekuensi atas segala pilihan yang diambil. Ceritakan bagaimana perasaan Anda ketika menghadapi hal serupa, apa alasan dibalik tindakan yang Anda ambil, dan apa hasil yang Anda terima. Ingatlah, kita bukan satu-satunya orang yang dapat memengaruhi anak-anak. Untuk itu kita harus menjadi pengaruh terbaik bagi anak.

6. Kecerdasan bukan kedewasaan

Kecerdasan sering digunakan sebagai alat ukur kedewasaan anak. Dengan demikian orangtua berpikir bahwa anak yang cerdas pasti sudah siap menghadapi dunia. Hal Ini jelas salah. Hanya karena mereka memiliki bakat di satu bidang tertentu, bukan berarti bakat ini mampu memenuhi seluruh bidang kehidupan mereka. Tentu saja tidak ada panduan yang rinci mengenai kapan anak-anak dapat diberikan kebebasan tertentu. Namun, Anda dapat melihat anak lain yang ada di sekitar anak Anda sebagai perbandingan. Jika mereka lebih mandiri dan bisa melakukan lebih banyak hal dibandingkan anak Anda, Anda mungkin harus berpikir ulang mengenai kebebasan yang akan diberikan kepada anak Anda.

7. Kita tidak memberi contoh

Orangtua berkewajiban menjadi contoh bagi kehidupan anak. Hal ini akan membantu mereka memiliki karakter tersendiri, mandiri, dan bertanggung jawab atas setiap kata-kata dan perbuatan. Sebagai pemimpin di rumah sendiri, orangtua dapat memulainya dengan berkata jujur. Kebohongan, dengan dalih kebaikan sekalipun, cepat atau lambat akan muncul ke permukaan. Hal itu sedikit demi sedikit mengikis karakter yang ingin Anda bentuk.

Jika Anda pikir bahwa tindakan yang diambil dipahami oleh orang dewasa, anak Anda pun pasti akan menyadarinya. Ajak mereka untuk menjadi sukarelawan dalam membantu lingkungannya. Hal ini merupakan cara efektif mengajari anak memberi tanpa pamrih.